ISLAM adalah agama yang penuh rahmat, agama yang secara terperinci amat memperhatikan keperluan pemeluknya, dari urusan yang kecil sampai yang besar, dari masalah pribadi sampai masalah yang berkaitan dengan orang lain.
Itu semua tentu untuk kebaikan kita, baik dalam kehidupan dunia maupun dalam kehidupan di akhirat nanti. Di antara perhatian agama yang berkaitan dengan orang lain adalah masalah kehidupan seorang istri dengan suami.
Seorang suami dalam pandangan agama adalah pemimpin, karena lelaki lebih baik daripada perempuan, baik dari segi fisik maupun psikisnya, dari segi keluasan akal maupun cara pandang. Kenyataan itu jelas memiliki pengaruh dalam menentukan suatu kebijakan.
Oleh karenanya, agama menjadikan laki-laki sebagai kepala rumah tangga, yang menentukan segala kebijakan urusan rumah tangga serta mengendalikannya. Allah SWT berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum laki-laki itu pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan dari sebagian harta mereka.”
Hukum Keluar Rumah
Diharamkan bagi setiap istri untuk keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suami. Selain izin suami, ada syarat lainnya lagi bagi seorang wanita muslimah. Inilah ketentuan dari ajaran agama kita, yang memang tidak lagi diperhatikan oleh kebanyakan wanita zaman sekarang. Berikut ini selengkapnya syarat-syarat yang dimaksud:
Mengenakan pakaian yang menutup aurat. Ini merupakan syarat yang harus dan wajib dipenuhi oleh seorang muslimah saat sedang keluar rumah. Allah SWT berfirman:
يٰأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang-oarang beriman, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” – QS Al-Ahzab: 59.
Tidak memamerkan perhiasan dan kecantikan. Saat keluar rumah, selain menutup auratnya, para wanita juga harus menjaga dandanannya. Mereka dilarang memamerkan perhiasan dan kecantikannya, terutama di hadapan para laki-laki. Allah SWT berfirman:
وَلا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الأُولَى
“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” – QS Al-Ahzab: 33.
Tidak menghaluskan, memerdukan, atau mendesahkan suara. Hal-hal ini diharamkan, karena akan menimbulkan syahwat kaum lelaki. Allah SWT berfirman:
فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَّعْرُوفًا
“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” – QS Al-Ahzab 32.
Menjaga pandangan. Bukan hanya laki-laki yang wajib menjaga pandangannya, tetapi perempuan juga haram memandang para lelaki dengan syahwat. Allah SWT berfirman:
قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada perempuan yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya… ” – QS An-Nur 30-31.
Aman dari fitnah. Bolehnya wanita keluar rumah akan batal dengan sendirinya manakala ada fitnah, atau keadaan yang tidak aman. Ini merupakan ijma` ulama.
Untuk menghindari fitnah, di antaranya, hendaknya tidaklah wanita keluar kecuali dengan mahramnya atau dengan wanita lain yang dipercaya.
Mendapat izin suami (bagi yang sudah menikah) atau orangtua (bagi yang belum menikah). Maka, haram bagi seorang anak atau seorang istri untuk keluar rumah untuk urusan atau kegiatan apa pun, walaupun masalah yang sepele seperti membuang sampah dan lain-lain, kecuali dengan izin orangtua atau suami.
Bahkan, begitu banyak ancaman bagi seorang istri yang keluar rumah tanpa seizin suaminya, sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:
يَا رَسُول اللَّهِ مَا حَقُّ الزَّوْجِ عَلَى زَوْجَتِهِ ؟ فَقَال : حَقُّهُ عَلَيْهَا أَلاَّ تَخْرُجَ مِنْ بَيْتِهَا إِلاَّ بِإِذْنِهِ ، فَإِنْ فَعَلَتْ لَعَنَتْهَا مَلاَئِكَةُ السَّمَاءِ وَمَلاَئِكَةُ
الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ حَتَّى تَرْجِعَ
Artinya : “Ya Rasulullah, apakah hak suami atas istrinya?”
Beliau menjawab, “Hak suami atas istri adalah tidaklah ia (istri) keluar rumah kecuali dengan izin dari suami. Jika ia melakukannya (keluar tanpa izin), malaikat langit, malaikat rahmat, dan malaikat adzab melaknatnya sampai ia pulang.”
Hal inilah yang paling sering dilupakan para muslimah. Tak sedikit di antara mereka yang dalam aktivitas dan rutinitasnya, baik dalam hal keagamaan maupun lainnya, izin dari pihak orangtua maupun suami terabaikan. Padahal izin adalah hal yang harus didapat, dan sama sekali tak boleh dipandang ringan.
Jangan Kaku
Wanita harus mendapat izin suami untuk keluar rumah. Ketentuan syari’at ini sebenarnya sangat manusiawi, karenanya jangan dipandang sebagai beban, paksaan, atau dianggapi sebagai penghalang.
Izin dari suami itu harus dipahami sebagai bentuk kasih sayang, perhatian, serta wujud dari tanggung jawab seseorang yang memang seharusnya menjadi pelindung. Bahkan, dengan mentaati suaminya, seorang istri akan mendapatkan hikmah yang luar biasa, sebagaimana disebutkan dalam suatu hadits:
كاَنَ رَجُلٌ قَدْ خَرَجَ إِلىَ سَفَرٍ وَعَهَدَ إِلىَ اِمْرَأَتِهِ أَنْ لاَ تَنْزِل مِنَ العلْوِ إِلىَ السّفلِ وَكَانَ أَبُوْهَا فيِ اْلأَسْفَلِ فَمَرَضَ فَأَرْسَلَتْ اْلمَرْأَةُ إِلىَ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَسْتَأْذِنُ فيِ النُّزُوْلِ إِلىَ أَبِيْهَا ، فَقَالَ صَلَّى اللهُ عليه وَسَلَّمَ ” أَطِيْعِيْ زَوْجَكِ ” فَمَاتَ فَاسْتأْمَرَتْهُ فَقاَلَ ” أَطِيْعيِ
زَوْجَكَ ” فَدفنَ أبوهَا فأرسل رسول الله صلى الله عليه وسلم إليها يُخْبِرُهَا أَنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لأَبِيْهَا بِطَاعَتِهَا لِزَوْجِهَا
“Seorang lelaki yang keluar bermusafir telah berpesan kepada istrinya agar tidak turun (keluar rumah) dari tingkat atas ke tingkat bawah. Bapak istrinya itu, yang tinggal di tingkat bawah, lalu jatuh sakit. Kemudian istrinya mengutus seorang perempuan kepada Rasulullah SAW agar memberi izin kepadanya turun untuk menziarahi bapaknya yang sedang sakit. Nabi SAW mengatakan, ‘Taatilah suamimu.’
Sampai suatu ketika sang ayah pun wafat. Si istri lalu mengutus lagi seseorang kepada Rasulullah. Nabi SAW mengatakan, ‘Taatilah suamimu.’ Jenazah bapaknya pun dikebumikan.
Lalu Rasulullah SAW mengutus seseorang kepada si istri untuk memberitakan bahwa Allah telah menghapuskan dosa-dosa bapaknya lantaran ketaatannya kepada suami.”
Namun demikian, hendaknya masalah ini tidak diterapkan secara kaku, sampai-sampai mengesankan bahwa ajaran Islam mengekang kebebasan wanita. Karenanya, para suami janganlah mempersulit atau memberatkan izin bagi istrinya untuk keluar.
Kalau sudah memenuhi syarat-syarat di atas, izinkanlah mereka keluar, apalagi kalau si istri keluar untuk urusan keagamaan, seperti hadir di majelis ta’lim, menengok orangtuanya (apalagi kalau rumah orangtuanya itu tak jauh dari tempat mereka tinggal).
Dalam hal ini, ulama menganjurkan agar seorang suami memberi izin untuk istrinya keluar rumah.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.