Pada
tahun 1956, disalah satu tempat di Tapanuli Selatan bernama Kampung
Barumun atau Sibuhuan, kebetulan pada saat itu H.A.K. Pulungan akan
pergi ke satu kampung, bernama Pagaran Dolok, Letaknya dekat Hanopan
Barumun harus melalui suatu hutan dimana ditengah hutan ada kebun
rambung, kebetulan H.A.K.
Pulungan dan kawannya berjalan malam dan
kebun rambung tersebut terletak antara Lantong dengan Hanopan, Disitulah
babiat itu mengamuk karena kena tembak tetapi tidak mati. Sewaktu
H.A.K. Pulungan dan kawannyahendak bearangkat robongan H.A.K.
Pulungan
dan kawan robongan penulis mendengar cerita dari Kapala Kampung Lantong
bernama Haris, bahwa tidak mungkin kita ke Pagaran Dolok, sebab babiat
kena tembak sedang mengamuk sekarang , demikian Kepala Kampung tadi .
H.A.K.
Pulungan teringat pada petuah tentang harimau itu , maka
ditanyakanlah kepada Kepala Kampung, apakah ada ditempat ini bermarga
Rangkuti. Kepala kampung menjawab tidak ada, Lantas H.A.K. Pulungan
menanyakan lagi kalau tidak ada marga Rangkuti adakah disini marga
Mardia atau Parinduri ?
Kapala Kampung mengatakan ada seorang yang
bermarga Parinduri disini tetapi beliau adalah seorang Khalifah, lantas
H.A.K. Pulungan mengatakan kepada Kepala Kampung tadi, supaya kiranya
Khalifah tadi diundang dulu kemari, H.A.K. Pulungan berbicara dengan
Beliau. Pendek kata dijemputlah Khalifah itu, setelah beliau berada
dihadapan H.A.K.
Pulungan maka dengan segala penghormatan dan dengan
tutur kata yang sopan, H.A.K. Pulungan mengharapkan kepada beliau,
supaya belau berkenan menyertai robongan H.A.K. Pulungan yang akan pergi
ke Pgaran Dolok karena ada Babiat yang sedang mengamuk di Kebun
Rambung.
Mendengar tawaran dan permohonan H.A.K. Pulungan itu lantan
beliau termenung sejenak, lantas berkata pada H.A.K.
Pulungan
katanya..... yang tajamlah pengetahuan bapak dan maksud bapak itu,
demikian Khalifah Parinduri tadi itupun tidaklah janggal lagi, “marilah
kita sama pergi dan biarlah saya di depan untuk membawakan rombongan
bapak”, Kata beliau.Orang kampung Latong cemas
melihat perangkatan H.A.K. Pulungan dan kawannya sambil melongo melihat
H.A.K.
Pulungan dibarengi dengan pertanyaan didalam hati, “Kenapakah
Khalifah itu diminta bapak untuk turut menyertai robongannya?” demikian
terlukis diwajah penduduk Kampung Latong tadi.
Setelah
sesuatunya siap kamipun berangkatlah, dan Khalifah saleh Parindurilah
paling depan, H.A.K. Pulungan dan kawannya melintasi arena penagmukan
Babiat (Harimau) tadi, dan H.A.K. Pulungan dan kawannya sempat melihat
darahnya tercecer di jalan, Mudah-mudahan H.A.K.
Pulungan dan kawanny
berharap selamat dan tidak ada sesuatu mengecewakan, demikian pulang
pergi malam itu dari Kampung Latong ke Pagaran Dolok.
Mungkin
timbul pertanyaan para pembaca, kenapa dengan berkawan marga Parinduri
Babiat (Harimau) tidak mengganggu padahala sudah jelas mengamuk karena
lukanya. Hal itu nanti akan terlihat dalam penuturan perkembangan marga
Rangkuti di Mandailing.
Menurut data –data pengetahuan Datu, babiat pusaka Raja Parapat bertempat di kawasan Tor Sigantang dimana Lembahnya di Batangnatal.
Justeru kemungkinan disebabkan hal demikianlah maka dalam perkembangan Rangkuti di Runding, banyak diantara marga Rangkuti yang pindah dan manombak (Mendirikan) huta di Batang Natal seperti di Pargambiran - Kampung Siala – Raorao - Muara Soma - Bangkelang - Muara Parlampungan dan lain-lain sebagainya.
Kalau di Runding pada masa sekarang ini tidak berapa banyak lagi yang keluar dan menombak/mendirikan banua yang baru seperti Hutalobu (Aekmarian), Banjar Batu (Maga), Tarlola Naopat, Potar (Siantona), Purba, Laru dolok, dan sebagainya.
Dan adapula yang berkembang memakai marga Parinduri seperti di Sayur Maincat dan Mandailing Julu. Umumnya dan marga Mardia di Padang Mardia, namun kesumuanya itu adalalah satu yaitu Turunan Marga Rangkuti
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.